TINJAUAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK PERJANJIAN BAGI HASIL ANTARA PETANI PENGGARAP DENGAN PEMILIK TANAH (POMPANISATOR) DI DESA PILOHAYANGA KEC.TELAGA KABUPATEN GORONTALO

Nirwan Junus

Abstract


Perjanjian bagi hasil adalah perjajian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dengan seorang atau badan hukum pada pihak lain dalam undang-undang ini disebut: Penggarap berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah milik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. Undang-undang ini sebagai pedoman imbangan antara pemilik dan penggarap 1 : 1, yaitu untuk padi yang ditanam di sawah. Untuk palawija di sawah dan untuk tanaman di tanah kering bagian penggarap adalah 2/3 dan pemilik 1/3. Untuk daerah-daerah di mana imbangan tersebut telah lebih menguntungkan pihak penggarap akan tetap. Berdasarkan observasi yang ditemui di lapangan, ternyata praktek pelaksanaan perjanjian bagi hasil antara kedua belah pihak lebih cenderung menyatakan kesepakatannya secara lisan tanpa menghiraukan syarat formal, atau didasarkan atas "saling percaya" oleh kedua belah pihak. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa hukum tertulis (UU. NO. 2 Tahun 1960) yang menitikberatkan syarat formal tertulis, justru diperhadapkan dengan tradisi budaya saling mempercayai sesama diantara mereka.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.